Oleh: Muji Barnugroho
Peringatan kemerdekan RI ke-65 mungkin tidak begitu terasa bagi puluhan kepala keluarga di Dusun Suruh, Hargomulyo, Gedangsari Gunungkidul. Tinggal di daerah pegunungan membuat kebutuhan listrik asing bagi mereka. Kondisi ini sangat ironi dengan gembar-gembor pemerataan pembangunan oleh pemerintah.
Ratusan warga yang berada di daerah perbukitan utara ini, puluhan tahun sejak proklamasi kemerdekaan belum pernah merasakan listrik. Kondisi ini berdampak pada daerah mereka yang semakin terpencil dan tertinggal dari proses perkembangan zaman. Apakah karena letak mereka yang berada di wilayah perbukitan menjadi tersingkir dan sering terabaikan dari proses pembangunan?
Dilihat dari kondisi ekonomi masyarakatnya, warga di perbukitan ini memang masih tergolong miskin. Rumah penduduk banyak yang terbuat dari bambu dengan lantai tanah. Untuk kebutuhan makan sehari-harinya warga yang tinggal di daerah ini masih mengkonsumsi nasi thiwul yang berbahan baku singkong yang ditanam tanah tandus pegunungan di sekitar tempat tinggal mereka dengan mengantungkan pengairan dari air hujan.
Salah seorang warga, Karyo Suminto (87) mengaku sejak dirinya lahir belum pernah merasakan nikmatnya kemerdekaan, untuk penerangan rumahnya setiap harinya keluarganya beserta warga lain masih menggunakan lampu sentir (minyak:red). Bahkan untuk mendapatkan minyak tanah dirinya harus merogoh kocek Sembilan bahkan sepuluh ribu untuk mendapatkan 1 liter minyak tanah. Kondisi ini semakin diperparah dengan sulitnya mendapatkan minyak tanah akhir-akhir ini.
“Setiap malam kami mengunakan penerangan dari lampu senthir atau teplok.” Ujar Suminto.
Hal senada dirasakan Sumarno (60) warga lainnya. Dirinya merasakan pembangunan belum berpihak bagi masyarakat kampungnya. Listrik yang menjadi kebutuhan dasar belum menyentuh kampungnya.
“saya Cuma bisa berharap di hari kemerdekaan ini pemerintah membangun jaringan listrik di kampung kami.” katanya berharap.
Kondisi semacam ini juga dirasakan ratusan warga di daerah Gunungkidul bagian selatan. Ratusan warga yang berada di daerah sekitar pantai selatan hingga saat ini masih belum bisa merasakan nikmatnya mendapatkan jaringan listrik di kampung mereka. Anak-anak sekolah harus belajar menggunakan lampu minyak, yang selalu dekat dengan angus di wajah mereka. Harapan menikmati listrik bagi ratusan warga ini hanyalah sekedar mimpi yang masih jauh dari kenyataan.